Kebobrokan Oknum Penyidik Bareskrim Terbongkar, Ini Saran Wilson Lalengke ke AKBP Binsan Simorangkir
Desember 13, 2020
Jakarta – jurnalpolisi.id
Oknum penyidik Bareskrim Mabes Polri, AKBP Dr. Binsan Simorangkir, SH, MH diduga akhirnya digeser dari posisi sebagai penyidik tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri. Setidaknya, tugas yang bersangkutan sebagai penyidik pada kasus yang sedang ditanganinya selama ini, yang melibatkan pengusaha batu bata ringan (hebel) di Cikande, Serang, Banten, itu telah diambil alih penyidik Bareskrim lainnya.
Sangat mungkin hal tersebut terjadi sebagai dampak dari terbongkarnya perilaku buruk oknum penyidik Binsan Simorangkir tersebut, yakni melakukan pungli (baca: memalak) terhadap pengusaha di Cikande itu (1). Posisinya di kasus ini kini digantikan oleh AKBP Asri Effendi, SIK.
Dari sumber informasi terpercaya yang masuk ke redaksi media ini, sang oknum penyidik itu sempat mendatangi korban kriminalisasi berinisial LH yang ditanganinya, menyatakan menyesal sambil berurai air mata dengan apa yang telah terjadi. Oknum penyidik tersebut terlihat pasrah, di penghujung karirnya sebagai polisi, ia harus diberitakan secara massif tentang perilaku malak bermodus penanganan kasus dengan barang bukti ruko tiga pintu di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, awal desember 2020 lalu (2).
Merespon dampak pemberitaan yang menyajikan hasil investigasi Tim Cacing Tanah PPWI terhadap kebobrokan oknum penyidik Bareskrim Mabes Polri tersebut, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan sungguh prihatin dan merasa sedih atas nasib yang bersangkutan. “Kita semua pasti sudah bisa menduga akan akibat penyalahgunaan wewenang, apalagi hingga merugikan masyarakat. Tapi, saya merasa prihatin dan sedih juga, akibat pemberitaan yang berisi hasil investigasi lapangan tim kita terkait perilaku oknum tersebut, akhirnya Pak Binsan terkena sanksi di internalnya,” ungkap Alumni PPRA-48 Lemhannas tahun 2012 itu, Sabtu, 12 Desember 2020.
Sebagai wujud rasa simpatinya atas nasib AKBP Binsan Simorangkir itu, Wilson menyarankan agar sang oknum penyidik ini segera introspeksi diri dan memperbaiki pola pikir, sikap, dan perilakunya sebagai aparat polisi ke masa depan. “Walaupun masa kerja sebagai polisi mungkin sudah tidak berapa lama lagi, namun tidak ada kata terlambat untuk melakukan evaluasi diri dan memperbaiki hal-hal yang tidak pantas dan tidak patut di masa mendatang. Pak Binsan dapat menjadi contoh tauladan bagi para juniornya agar tidak terperosok pada jurang yang sama seperti dia. Lebih baik bekerja dengan tenang, jalankan tugas pokok dan fungsi sebagai aparat polisi yang benar,” jelas Wilson yang merupakan guru jurnalistik bagi ribuan anggota Polri, TNI, mahasiswa, guru, PNS, wartawan, ormas, dan berbagai elemen masyarakat lainnya itu.
Apalagi, lanjut Wilson, AKBP Binsan Simorangkir adalah juga seorang dosen Fakultas Hukum di sebuah universitas ternama di Jakarta. “Jadi, kesempatan untuk memberikan tauladan sebagai penegak keadilan, baik sebagai polisi, melalui praktek kepengacaraan, maupun sebagai pendidik, masih sangat terbuka lebar. Saya mendorong yang bersangkutan jangan putus asa, hadapi saja dengan hati yang tulus dan ikhlas, dan terpenting adalah melakukan perobahan dalam sikap serta perilaku ke depannya,” saran Wilson yang menyelesaikan program pasca sarjananya di bidang Global Ethics di Birmingham University, Inggris, belasan tahun silam itu.
Terkait perilaku pungli berkedok penanganan kasus di Bareskrim Polri yang dilakukan oknum tersebut, Wilson juga menitipkan saran agar yang bersangkutan tidak ragu mengungkapkan dugaan jaringan pungli berjamaah yang terjadi di sana, khususnya dalam kasus pengusaha batu hebel di Cikande, Banten ini. “Itu sudah menjadi rahasia umum, beliau ini sangat mungkin tidak kerja sendiri. Informasi yang masuk ke saya, Pak Binsan sering mengatakan bahwa beliau ditekan dari atas, dari pimpinan. Pertanyaannya, mengapa pimpinan menekan-nekan penyidik dalam kasus yang sebenarnya merupakan kasus perdata ini? Pertanyaan lanjutannya, kalau penyidik dapat ruko tiga pintu di Bogor, pimpinan yang menekan-nekan itu diduga dapat apa? Apalagi kita tahu, sipelapor dalam kasus ini, Mimiyetti Layani, adalah pemilik Perusahaan Kopi Kapal Api, yang kekayaannya berlimpah ruah. Jadi saran saya ke Pak Binsan, ungkap dong para ‘orang atas’ yang dapat diduga berbasah-basah di atas sana. Dugaan-dugaan ini sudah saya sampaikan juga ke Wadir Tipideksus, Kombes Whisnu, ketika kita diundang diskusi di kantornya beberapa waktu lalu (3),” ujar pria yang juga menjabat sebagai Presiden Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) ini serius.
Lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, Belanda, ini juga menyampaikan saran kepada para petinggi Polri, terutama di jajaran Bareskrim, agar mulailah berbenah diri, tinggalkan perilaku menyalahgunakan wewenang dan menyengsarakan rakyat melalui UUD (ujung-unjungya duit) dan KUHP (kasih uang habis perkara). “Ayolah, mulailah introspeksi diri dan perbaiki kinerja sesuai aturan yang sudah ditetapkan. Kita berusaha sekuat tenaga membangun kepercayaan publik terhadap institusi negara, terutama Polri sebagai garda terdepan dalam melayani, melindungi, dan mengayomi warga. Usaha itu tidak mungkin berhasil, bahkan kepercayaan masyarakat kepada Polri semakin hancur jika personil-personilnya, dari atas hingga di level paling bawah, tidak promoter,” pungkas Alumni Program Persahabatan Indonesia – Jepang Abad 21 itu penuh harap. (APL/Red)