MENELUSURI PERJUANGAN SEORANG PEMUDA KAMPUNG DALAM MENGUNGKAP PENYELEWENGAN DANA DESA
Kupang – jurnalpolisi.id
“Kisah usang tikus-tikus kantor yang suka berenang disungai yang kotor,
Kisah usang tikus-tikus berdasi yang suka ingkar janji lalu bersembunyi
Dibalik meja teman sekerja
Didalam lemari dari baja….”
Potongan lagu berjudul “Tikus Kantor” karya Iwan Fals berisi kritik sosial terhadap pelaku korupsi.
Lagu ini sangat pantas menggambarkan perilaku tidak terpuji yang dilakukan oleh para pejabat di daerah hingga di desa.
Mengurai Masalah
Pada hakikatnya, kasus korupsi dana desa yang terjadi di Nusa Tenggara Timur bukanlah fenomena baru. Sebagaimana yang terungkap, korupsi dana desa sudah berlangsung sejak program tersebut di alokasikan pada tahun 2014. Hanya saja masyarakat yang mencium gelagat korupsi dana tersebut tidak mau bahkan takut untuk melaporkan ke aparat penegak hukum.
Hal ini didasari atas beberapa hal yaitu :
Pertama, aparat desa punya beking orang kuat sehingga masyarakat langsung mati kutu untuk melapor. Sehingga kepala desa didesanya merasa dirinya sebagai joker merah atau orang yang kebal dengan hukum.
Kedua, masyarakat yang akan melapor tidak tahu harus lapor kemana karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Maka ketika terkuak busuknya pratek korupsi dana desa ini seolah-olah menjawab kegelisahan publik selama ini.
Desa Sambet adalah sebuah desa yang terletak dibawah kaki gunung Sambet yang indah dan menjulang tinggi, bermukim seorang pemuda separuh baya yang dengan gigihnya memperjuangkan hak masyarakat desa dengan sebuah semboyan yang selalu melekat di dadanya “Dari sebuah langkah kecil yang diambil diawal, bisa menjadi pemula dari sesuatu yang besar dan berarti dalam kehidupan masyarakat desa Sambet.”
Dirumahnya, jpn menemui dia seorang diri berteman kesunyian. Matanya memandang jauh sepertinya tengah menatap sebuah mimpi, tentang perubahan di desa yang sangat dia cintai.
Lelaki itu adalah Eliaser Sanae. Ia mempersilahkan wartawan masuk kedalam rumahnya.
Kata Eliaser, sebelum tidur malam, sebelum beranjak ke pembaringan, mereka sekeluarga selalu berkumpul diruangan itu untuk memanjat doa, begitu pula pagi sebelum semuanya memulai beraktifitas.
Sambil meneguk kopi panas seduhan istrinya, kamipun memulai perbincangan.
Eliaser membuka ceritera dengan sejumlah kegelisahan tentang keadaan di desa Sambet. Menurut dia, desa Sambet tengah dirundung banyak masalah. Banyak sekali dugaan penyalahgunaan dana desa dan tata kelola pemerintahan sejak 2015 yang tidak transparan.
“Desa Sambet ini banyak sekali masalah, terlalu banyak masalah pak. Saya sudah lama berusaha untuk membongkar hal ini tapi saya tidak kenal wartawan,” ungkapnya.
Meskipun sudah tengah malam, pria dusun I, RT.02 Desa Sambet Kecamatan Toianas itu masih penuh semangat untuk bercerita. Desa Sambet masuk dalam wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Eliaser menyampaikan, walaupun dia seorang diri tapi perjuangan untuk mengungkap berbagai dugaan pelanggaran di desa Sambet sudah berlangsung lama sejak tahun 2015, namun sampai saat ini belum juga menemukan titik terang.
Salah satu kelemahan menurut dia adalah karena tidak ada akses ke media yang bisa mempublikasikan perjuangannya ke publik. Kehadiran media menurutnya sangatlah diharapkan untuk mengawal perjuangannya sampai tuntas.
Eliaser mengakui, perjuangan melawan kejahatan memang banyak sekali tantangan. Salah satunya harus siap mental untuk menerima ancaman atau teror dari pihak-pihak yang diduga terlibat. Benar saja, pada hari minggu (16/8/2020) sekitar pukul 14.00 wita, kebetulan dia mau pergi menonton sabung ayam dengan menumpang mobil pick up, tiba didepan rumah kepala desa, mobil yang ditumpanginya berhenti dan terlihat olenya para perangkat sedang berkumpul bersama kepala desa. Tiba-tiba kepala desa bangun datang menghampirinya sambil mengancungkan tinjunya seraya berkata “eeee lu su mau mati dari beta”, lalu Eliaser menjawab “kenapa bapak mau pukul saya, saya salah apa”.
Melihat keadaan yang mungkin akan memanas, lalu sopir melanjutkan perjalanan.
Tapi dia menyadari untuk memperjuangkan suatu yang diyakininya benar, Eliaser tahu harus waspada. Dia memahami resiko ataupun hal buruk yang bisa dialami oleh dia yang selalu menentang proyek-proyek yang dikelola oleh kepala desa dan yang tidak sesuai juknis.
“Saya diancam bila saya membongkar dugaan penyelewengan di desa Sambet, tetapi demi memperjuangkan hak banyak orang, sedikitpun saya tidak merasa takut. Saya bersama istri percaya, nanti juga kebenaran akan muncul. Kami tetap berusaha dan terus berjuang untuk membongkar semua permainan ini. Banyak juga masyarakat yang mau mendukung perjuangan kami, tapi mereka takut,” ujar Eliaser penuh semangat.
Eliaser adalah warga masyarakat desa sambet. Karena sering melontarkan kritikan dalam setiap rapat maka dia tidak pernah diundang setiap kali ada rapat.
Sikap kritis Eliaser di akuinya karena dia ingin agar desaSambet maju dan pembangunannya berdampak pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di desa Sambet. Karena itu, dia selalu menagih keterbukaan dan keberpihakan dari aparat desa dalam mengelolah dana desa.
Namun rupanya, upaya Eliaser dan masyarakat yang mendukung perjuangan ini selalu mengalami kegagalan, transparansi tidak juga dia temukan. Karena itulah masalah demi masalah yang menjadi temuannya pernah dia laporkan kepihak bupati dan DPRD.
Merekapun melayangkan surat pengaduan, yang waktu itu turut ditanda tangani oleh 5 orang tokoh masyarakat.
“Akan tetapi laporan kami sudah begitu lama tapi tidak ada dari pihak kabupaten atau DPRD yang memanggil kami untuk mediasi. Sehingga kami menduga pihak-pihak dimaksud mungkin bersekongkol dengan kepala desa,” ujar Eliaser, minggu (23/8/2020) malam.
Dugaan penyelewengan yang diceritakan oleh Eliaser, terkait temuan indikasi penyelewengan dalam pengelolaan dana desa di desa Sambet berupa :
1, Kepala Desa Sambet dan aparat desanya tidak pernah terbuka dalam pengelolaan dana desa selama ini.
2. Hasil penetapan musrenbangdes dianggap tidak sah karena tidak pernah ada yang namanya musyawarah dusun disetiap dusun.
3. Masalah embung desa program dana desa tahun anggaran 2019 yang didalam musrenbangdes ada 2 buah embung dengan pagu anggaran 300 juta, tapi embung yang dimaksud tidak dikerjakan sama sekali.
4. Peningkatan jalan sertu sepanjang 2400 meter yang menghubungkan dusun A ke dusun B dengan pagu anggaran sebesar 156 juta tapi yang dikerjakan kurang lebih hanya 1000 meter saja dan jalan dimaksud sudah pernah dikerjakan dari dana desa.
5. Jalan rabat sepanjang 600 meter dengan pagu anggaran sebesar 348.318 juta tapi yang dikerjakan kurang lebih 300 meter dengan ketebalan hanya 5 cm, itupun dikerjakan dalam satu lokasi bersamaan dengan peningkatan jalan sertu dan rabat tersebut sudah sudah rusak.
6. Program rumah tidak layak huni sebanyak 25 unit sampai saat ini tidak ada rumahnya.
7. Program buka jalan baru dari desa Sambet menuju desa Bokong sepanjang kurang lebih 3 km dengan pagu anggaran sebesar 84 juta, namun dalam pelaksanaannya jalan dimaksud tidak dikerjakan dan dialihkan ke jalan menuju galian pasir gunung yang panjangnya kurang lebih 500 meter saja.
8. Demikian juga halnya puskesdes desa Sambet, sangatlah penting dan wajib keberadaannya di tengah masyarakat. Namun puskesdes dimaksud tidak ada di desa Sambet.
9. Terkait BUMDes, kepala desa dalam penunjukan tidak sesuai dengan prosedur dan tata cara dalam peraturan menteri terkait, dan tidak berjalan sampai detik ini.
10. Pamsimas (air bersih)
11. Begitu juga yang terjadi pada tes perangkat desa.
Masyarakat desa Sambet mempertanyakan hasil tes perangkat desa dimana muncul satu nama yang bukan penduduk desa Sambet dan tidak dikenal oleh masyarakat sekitar, dan setelah ditelesuri maka ketahuanlah nama tersebut adalah keluarga dekat kepala desa.
Eliaser mengatakan bahwa, untuk mengungkapkan penyimpangan yang ada di desa Sambet, maka dia katakan penjuangannya belum berakhir sampai disini, tapi dalam waktu yang singkat dia akan segera melaporkan masalah temuannya kepihak hukum. (RS)